Senin, 25 November 2013

Pengertian Disiplin Belajar


Sebutan orang yang memiliki disiplin tinggi biasanya tertuju kepada orang yang selalu hadir tepat waktu, taat terhadap aturan, berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku, dan sejenisnya. Sebaliknya, sebutan orang yang kurang disiplin biasanya ditujukan kepada orang yang kurang atau tidak dapat mentaati peraturan dan ketentuan berlaku, baik yang bersumber dari masyarakat (konvensi-informal), pemerintah atau peraturan yang ditetapkan oleh suatu lembaga tertentu (organisasional-formal).

Prijodarminto (1994) dalam Tu’u (2004:31) disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan berbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan keterikatan. Menurut Maman Rachman (1999) dalam Tu’u (2004:32) menyatakan disiplin sebagai upaya mengendalikan diri dan sikap mental individu atau masyarakat dalam mengembangkan kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan dan tata tertib berdasarkan dorongan dan kesadaran yang muncul dari dalam hatinya. Gordon (1996:3-4) membedakan kata disiplin dengan mendisiplin. Disiplin biasanya diartikan sebagai perilaku dan tata tertib yang sesuai dengan peraturan dan ketetapan, atau perilaku yang diperoleh dari pelatihan, seperti disiplin dalam kelas atau disiplin dalam tim bola basket yang baik. Sedangkan kata mendisiplin didefinisikan sebagai menciptakan keadaan tertib dan patuh dengan pelatihan dan pengawasan dan menghukum atau mengenakan denda, membetulkan, menghukum demi kebiasaan.

Esensi disiplin siswa di Indonesia harus dikembalikan sebagai sebuah tanggung jawab yang diemban siswa terhadap tugas yang harus diselesaikan, dan harus dijauhkan dari segala bentuk kekerasan fisik. Hukuman fisik tidak menjadi masalah jika memang tujuannya melatih kedisiplinan dan tanggung jawab terhadap tugas. Ini berbeda dengan tindak kekerasan dengan dalih mendidik tetapi merugikan fisik siswa. Gambaran guru yang menerapkan disiplin tinggi dan salah kaprah di sekoah pada umumnya sudah identik dengan penggaris panjang sebagai alat pukul, memelintir telinga siswa,menghukum siswa untuk berdiri dengan satu kaki. Image yang sudah keropos ini terus berlangsung sejak lama dan sampai sekarangpun masih terus terjadi di sekolah-sekolah daerah bahkan juga di sekolah yang terletak di perkotaan. Ini merupakan sebuah sinyal dimana pendidikan 10 tahun kedepan akan semakin suram bila mendapati para pendidiknya lebih mengedepankan pendidikan kekerasan untuk membentuk pribadi siswa yang disiplin.

Memperhatikan pendapat Reisman dan Payne dalam Mulyasa (2004:21) dapat dikemukakan Sembilan strategi untuk mendisiplinkan peserta didik, sebagai berikut.
  1. Konsep diri atau self-concept, strategi ini menekankan bahwa konsep diri masing-masing individu merupakan faktor penting dari setiap perilaku. Untuk menumbuhkan konsep diri, guru disarankan bersikap empatik, menerima, hangat, dan terbuka, sehingga peserta didik dapat mengeksporasikan pikiran dan perasaannya dalam memecahkan masalah.
  2. Keterampilan berkomunikasi atau communication skill, guru harus memiiki keterampilan daam berkomunikasi yang efektif agar mampu menerima semua perasaan, dan mendorong timbulnya kepatuhan peserta didik.
  3. Konsekuensi logis dan alami atau natural and logical consequence, Perilaku yang salah terjadi karena peserta didik telah mengembangkan kepercayaan yang salah terhadap dirinya. Untuk itu guru disarankan menunjukkan secara tepat tujuan perilaku yang salah, sehingga membantu peserta didik daam mengatasi perilakunya, dan memanfaatkan akibat-akibat logis dan alami dari perilaku yang salah.
  4. Klarifikasi nilai atau values clarification, strategi ini dilakukan untuk membantu peserta didik dalam menjawab pertanyaannya sendiri tentang nilai-nilai dan membentuk system nilainya sendiri.
  5. Analisis transaksional atau transactional analysis, disarankan agar guru belajara sebagai orang dewasa, terutama apabila berhadapan dengan peserta didik yang menghadapi masalah.
  6. Terapi realistis atau reality therapy, sekolah harus berupaya mengurangi kegagalan dan meningkatkan keterlibatan. Dalam hal ini guru harus bersikap positif dan bertanggung jawab.
  7. Disipin yang terintegrasi atau assertive discipline, metode ini menekankan pengendalian penuh oleh guru untuk mengembangkan dan mempertahankan peraturan. Prinsip-prinsip modifikasi perilaku yang sistematik diimplementasikan di kelas, termasuk pemanfaatan papan tulis untuk menuliskan nama-nama peserta didik yang berperilaku menyimpang.
  8. Modifikasi perilaku atau behavior modification, perilaku salah yang disebabkan oleh lingkungan, sebagai tindakan remidiasi. Sehubungan dengan ha tersebut, dalam pembelajaran perlu diciptakan lingkungan yang kondusif.
  9. Tantangan bagi disiplin atau dare to discipline, guru diharapkan cekatan, sangat terorganisasi, dan dalam pengendalian yang tegas. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa peserta didik akan menghadapi berbagai keterbatasan pada hari-hari pertama di sekolah, dan guru perlu membiarkan mereka mengetahui siapa yang berada dalam posisi sebagai pemimpin
Seorang siswa dalam mengikuti kegiatan belajar di sekolah tidak akan lepas dari berbagai peraturan dan tata tertib yang diberlakukan di sekolahnya, dan setiap siswa dituntut untuk dapat berperilaku sesuai dengan aturan dan tata tertib yang yang berlaku di sekolahnya. Kepatuhan dan ketaatan siswa terhadap berbagai aturan dan tata tertib yang yang berlaku di sekolahnya itu biasa disebut disiplin siswa. 

Untuk mendisiplinkan peserta didik dengan sembilan strategi tersebut, harus mempertimbangkan berbagai situasi, dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Mulyasa (2004:24), disarankan kepada guru untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
  1. Mempelajari pengalaman peserta didik melalui kartu catatan kumulatif.
  2. Mempelajari nama-nama peseta didik secara langsung, misalnya melalui daftar hadir dikelas.
  3. Mempertimbangkan lingkungan pembelajaran dan lingkungan peserta didik.
  4. Memberikan tugas yang jelas, dapat dipahami, sederahana, dan tidak bertele-tele.
  5. Menyiapkan kegiatan sehari-hari agar apa yang diakukan dalam pembelajaran sesuai dengan apa yang direncanakan, sehingga tidak terjadi penyimpangan.
  6. Bergairah dan semangat dalam pembelajaran, dijadikan teladan peserta didik.
  7. Berbuat sesuatu yang berbeda dan bervariasi, tidak monoton, sehingga membantu disiplin dan gairah belajar peserta didik.
  8. Menyesuaikan argumentasi dengan kemampuan peserta didik, jangan memaksa peserta didik sesuai pemahaman guru, atau mengukur peserta didik dari kemampuan gurunya.
  9. Membuat peraturan yang jelas dan tegas agar bisa diaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh peserta didik dan lingkungannya.