Rabu, 11 Desember 2013

Hakekat Pelatih


Sugiharto (2008:1) menyimpulkan “kepelatihan olahraga adalah pengulangan beberapa gerakan tertentu secara teratur dan sistematis, berirama, dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan tubuh”. Suharno (1992:3) menyebutkan pengertian melatih adalah aktivitas pelatih menyiapkan dan menciptakan situasi lingkungan latihan sebaik mungkin dan menghubungkannya dengan anak latih sehingga terjadi proses berlatih secara efektif dan efisien untuk mencapai sasaran latihan pada saat itu. 

Seorang pelatih adalah salah satu sumber daya manusia dalam keolahragaan yang berperan sangat penting dalam pencapaian prestasi atlet yang dilatihnya (Budiwanto, 2004:6). Maka seorang pelatih hendaknya selalu berusaha untuk menjadi profesional dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang berhubungan dengan dan cabang olahraga yang dilatihkan. Seorang pelatih hendaknya memiliki keterampilan sesuai dengan cabang olahraga yang dilatihnya. Pengalaman sebagai pemain akan memberikan nilai tambah tersendiri dalam perannya sebagai pelatih yang memerlukan keterampilan. Misalnya dalam melatih passing dan dribling, maka pelatih harus memberikan contoh gerakan yang baik dari posisi badan hingga kaki, sehingga atletnya tidak mengalami kebingungan dan dapat dengan mudah menirukan gerakan yang diperagakan. Apabila pelatih tidak menguasai keterampilan yang dilatihkan, maka akan terjadi perbedaan persepsi dari masing-masing atlet, sehingga keterampilan yang diharapkan dikuasai atlet tidak dapat tercapai. 

Martens (2004: 1-365) menyebutkan bahwa “ becoming a succesfull coach is principles of teaching, principles of behavior, principles of teaching, principles of physical training and principles of management”. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi pelatih yang sukses harus memiliki 6 prinsip, diantaranya prinsip dalam melatih, prinsip perlakuan, prinsip pengajaran, prinsip latihan fisik dan prinsip managemen. Prinsip melatih terdiri dari mengembangkan filosofi melatih, menentukan obyek yang dilatih, memilih gaya melatih, melatih karakter dan melatih berbagai atlet. Kemudian dalam prinsip perlakuan terdiri dari berkomunikasi dengan atlet, memotivasi atlet dan mengatur perilaku atlet. Prinsip pengajaran terdiri dari cara melatih mendekati permainan, pokok latihan, melatih energi tubuh, melatih kekuatan tubuh, kemampuan atlet dan memerangi obat-obatan. Sedangkan prinsip managemen terdiri dari mengatur sebuah tim, mengatur hubungan relasi dan mengatur resiko yang diperoleh. 

Pelatih adalah tokoh sentral dalam proses latihan. Tokoh sentral tersebut harus memiliki ciri-ciri yang ideal antara lain, kepribadian, kemampuan fisik, keterampilan, kesegaran jasmani, pengetahuan dan pola pikir ilmiah, pengalaman, human relation dan kerjasama, dan kreatifitas (Budiwanto, 2004:5). Menjadi seorang pelatih harus memiliki ciri-ciri tersebut karena hal itu sangat mempengaruhi kualitas latihan yang dilakukan serta dalam menyusun jadwal latihan yang akan dilakukan sesuai dengan sistematika dalam latihan. Seorang pelatih harus selalu tampil prima baik secara fisik maupun mental. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap kondisi kejiwaan para atletnya baik pada saat latihan ataupun dalam menghadapi tekanan suatu perandingan. Pelatih yang memiliki kesegaran jasmani yang baik akan mampu memimpin dan menjalankan program latihan yang sudah disusun dan mampu memberikan gerakan keterampilan yang dilatihkan kepada atletnya. 

Selain beberapa hal tersebut, pelatih juga harus memiliki keterampilan berkomunikasi yang baik sesuai dengan pendapat Martens (2004: 96) “succesfull coaches are masterful communications and unsuccesfull coaches often fail not because they lack knowledge of the sport but because off poor komunications skills”. Pendapat tersebut berarti kesuksesan pelatih adalah kemahiran berkomunikasi dan ketidaksuksesan pelatih bukan sering terjadi karena mereka kurang mengetahui olahraganya, tetapi karena keahlian berkomunikasi yang buruk. Jadi keahlian berkomunikasi harus dimiliki oleh pelatih agar mampu melakukan sesuatu hal sesuai dengan tujuannya. 

Kesehatan mental merupakan salah satu aspek kejiwaan yang mutlak dimiliki seorang pelatih. Dalam melakukan latihan, banyak sekali gangguan dan masalah yang harus dihadapi pelatih, baik masalah internal, eksternal maupun masalah alam. Pelatih harus mampu menghadapi masalah tersebut dengan mempertimbangkan segala sesuatunya dengan analisa yang cepat dan tepat. Pelatih juga harus mempertimbangkan kondisi atletnya saat ada gangguan. Segala sesuatu yang berkaitan dengan atlet yang melakukan olahraga (pertandingan/perlombaan) selalu mempengaruhi dan membangkitkan emosi-emosi, impulse-impulse dari atlet tersebut (Yohanes, 1991:19). Kemampuan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam melatih tidak terlepas dari tingkat kecerdasan pelatih sendiri. Tingkat kecerdasan tersebut menunjuk pada Intelegence Quotient (IQ). Makin tinggi IQ pelatih, maka makin cepat dan maksimal dalam menganalisa dan menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam pelatihan. 

Seorang pelatih juga harus memiliki kreatifitas dan daya imajinasi yang kuat, sehingga kualitas latihan dapat terus berkembang dan meningkat sesuai dengan harapan pelatih. Pelatih tidak hanya boleh puas dengan apa yang ia berikan dari hasil meniru dari kegiatan latihan yang didapatnya dari pelatih lain. Inovasi dan kreasi dalam menciptakan atau memodifikasi kegiatan latihan dapat meingkatkan prestasi dan keterampilan atletnya secara maksimal. 

Harus disadari bahwa dalam melatih atlet dewasa dengan anak usia dini sangatlah berbeda, jadi pelatih harus memperhatikan kemampuan dan usia atletnya. Pelatih juga harus mencintai pekerjaan dan kegiatannya sebagai pelatih dan tidak hanya berpedoman pada materi saja, karena hal tersebut sangat mempengaruhi tingkat kepuasan diri. Apabila pelatih hanya memperhatikan materi saja, maka kemungkinan perkembangan atlet kurang diperhatikan. Menjadi seorang pelatih tidak boleh cepat merasa puas dengan hasil yang sudah dicapai, sehingga harus terus meningkatkan prestasi atletnya dengan selalu melakukan regenerasi dan peningkatan keterampilan yang baik. 

Martens (2004: 71) menyebutkan bahwa “early adolescence (11 to 14 years), many believe that when adolescents go through the growth spurt they experience awkwardness (lack of agility, balance and coordination) until they have a chance to accommodate these changes”. Hal tersebut berarti sebelum masa muda (11 sampai 14 tahun), banyak yang percaya bahwa ketika remaja kekuatan pertumbuhan pengalaman mereka masih kacau (seperti kelincahan, keseimbangan dan koordinasi) sampai mereka mempunyai sebuah pilihan untuk mencukupi perubahan mereka. Jadi pada masa remaja kecenderungan pertumbuhan akan lemah apabila tidak ada tindakan untuk mengubahnya. Peran pelatih sangat berguna untuk mengubah pertumbuhan tersebut ke arah yang positif. 

Berdasarkan beberapa pengertian di depan, maka dapat disimpulkan bahwa pelatih adalah seseorang yang melakukan pelatihan terhadap orang atau sekelompok orang untuk beberapa gerakan yang sistematis, berirama dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan tubuh yang dilakukan secara berulang-ulang.

2 komentar: